Sudah berlangganan artikel blog ini via RSS Feed?

Sample Text

Text Widget

About This Blog

Label

Recent Posts

Warga Harap Lantai Jembatan Genapet dibangun

Categories

Download

TKSK MUARA TIGA. Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Followers

About

Foto Saya
TKS MUARA TIGA PIDIE
Lihat profil lengkapku

Jumat, 06 Juli 2012

JURNAL P ENYULUHAN

(Kasus Pemberdayaan Masyarakat Miskin
melalui Pendekatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE))
(COMMUNITY EMPOWERMENT THROUGH GROUP APPROACH:
Case Study of Poor Communities Through KUBE Approach)
Joyakin Tampubolon, Basita Ginting Sugihen, Margono Samet,
Djoko Susanto dan Sumardjo
ABSTRACT
Department of Social affairs implemented several empowerment programs to
eradicate poverty. KUBE was one of these poverty eradication programs. KUBE was
infended to over-come the group weaknesses through mutual and cooperative efforts. In this
relation there were some factors affecting the KUBE dynamic i.e., member characteristics,
empowerment patterns, and the KUBE social environment. To optimize the KUBE
empowerment, the KUBE productive business activities were classified into three categories,
namely daily income, monthly income and annual income earning activities.
Key Words: KUBE, Empowerment, business activities.
Pendahuluan


KUBE singkatan dari Kelompok
Usaha Bersama. Sudah sejak lama upaya
penanganan kemiskinan dilakukan dan sudah
dirasakan manfaatnya, terbukti dari jumlah
penurunan jumlah penduduk miskin yang
terjadi antara tahun 1976 hingga 1996. Sejak
terjadinya multi krisis ekonomi dan sosial
yang melanda bangsa Indonesia sejak tahun
1997 hingga sekarang ini, terjadi peningkatan
penduduk miskin secara fluktuatif. Pada tahun
1996 jumlah penduduk miskin 17,7 persen
dari penduduk Indonesia, pada tahun 1998
meningkat menjadi 39 persen (BPS, 2002).
Pada masa itu dampak krisis ekonomi sangat
dirasakan terhadap kehidupan masyarakat,
lapangan kerja sangat terbatas, pendapatan
menurun, perekonomian nasional menjadi
stagnan. Pada tahun 2000 terjadi
perbaikan, jumlah penduduk miskin 19,1
persen (13,7 juta jiwa) dari jumlah
penduduk Indonesia kemudian menurun
kembali menjadi 18,2 persen (15,6 juta
jiwa) pada tahun 2002 (BPS, 2004). Pada
tahun 2005 jumlah penduduk miskin
(berdasarkan hasil pendataan yang
dilakukan oleh BPS tahun 2005) melalui
program Bantuan Langsung Tunai (BLT)
Rumah Tangga Miskin meningkat menjadi
sebesar 15,5 juta rumah tangga miskin
(Depsos, 2005) dan sebagai dampak dari
kenaikan harga BBM yang mulai
diberlakukan tahun 2005, BPS
memperkirakan akan terjadi kenaikan
jumlah rumah tangga miskin menjadi + 20

juta rumah tangga penerima BTL.
Joyakin Tampubolon, Basita Ginting Sugihen, Margono Slamet, Djoko Susanto
dan Sumardjo/ Jurnal Penyuluhan Juni 2006, Vol. 2, No. 2
11
Didasarkan pada masalah penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: (a) Menggali tingkat kedinamisan kehidupan dan keberhasilan KUBE; (b) Mengindentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kedinamisan kehidupan KUBE; (c) Mengindentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan KUBE; (d) Mengindentifikasi komponen utama penentu keberhasilan KUBE, dan (e) Merumuskan model pemberdayaan masyarakat yang efektif melalui pendekatan KUBE. Kehidupan masyarakat tidak terlepas dari kelompok, termasuk kelompok miskin. Menurut Lewin (1951) dan Cartwright (1968) kelompok adalah kumpulan manusia, dua orang atau lebih yang menunjukkan saling ketergantungan dengan pola interaksi yang nyata. Slamet (2001) memberikan pengertian yang lebih tegas terhadap kelompok yang mengatakan dua atau lebih orang yang berhimpun atas dasar adanya kesamaan, berinteraksi melalui pola/struktur tertentu guna mencapai tujuan bersama, dan dalam kurun waktu yang relatif panjang. Kesamaan-kesamaan tersebut harus menjadi landasan utama sehingga kelompok dapat berfungsi dengan baik. Dalam suatu kelompok ada dinamika yang menggerakkan kelompok. Bagi para ahli ilmu sosial konsep dinamika kelompok diartikan sebagai bidang studi yang mempelajari gerak atau kekuatan dalam kelompok yang menentukan perilaku kelompok atau anggotanya. Bagi para praktisi, konsep dinamika kelompok digunakan untuk menunjukkan pada kualitas suatu kelompok dalam mencapai tujuannya, jadi cenderung ditujukan untuk mengukur tingkat keefektifan kelompok dalam mencapai tujuannya (Slamet, 1981).
Dari pengertian dinamika kelompok yang dipaparkan di atas, mempelajari dinamika kelompok berarti juga mempelajari kekuatan atau gerak yang terdapat di dalam kelompok yang menentukan perilaku kelompok dan anggotanya dalam pencapaian tujuan. Kekuatan-kekuatan tersebut menurut Slamet (2001) bersumber dari 9 unsur, yang meliputi: (1) tujuan kelompok; (2) struktur kelompok; (3) fungsi tugas; (4) pembinaan dan pengembangan kelompok; (5) kesatuan kelompok; (6) suasana kelompok; (7) ketegangan kelompok; (8) efektivitas kelompok; dan (9) maksud terselubung. Konsep “pemberdayaan” lahir dari kata bahasa Inggris yaitu “empower” yang artinya “memberi kuasa / wewenang kepada.” Konsep ini berkembang sejak tahun 1980-an dan digunakan oleh agen-agen pembangunan hingga sekarang. Sehingga pemberdayaan menjadi jargon yang sangat populer di kalangan para agen pembangunan masyarakat, khususnya dalam penanganan kemiskinan. Pengertian pemberdayaan sesungguhnya sangat tergantung pada konteksnya. Pemberdaya-an secara sederhana dapat diartikan sebagai pemberian “power” atau kekuasaan atau kekuatan atau daya kepada kelompok yang lemah sehingga mereka memiliki kekuatan untuk berbuat (Ife, 1999). Sedang menurut Kartasasmita (1996) pemberdayaan mempunyai dua arah, yaitu: (a) upaya melepaskan belenggu kemiskinan dan keterbelakangan, (b) memperkuat posisi lapisan masyarakat dalam struktur kekuasaan.
Metode
Populasi dan Sampel.
Populasi penelitian adalah KUBE fakir miskin yang sudah berdiri sebelum tahun 2001 dan memenuhi 4 kriteria keberhasilan, yaitu: (a) aktivitas, ada kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan; (b) waktu, KUBE sudah berdiri sebelum tahun 2001; (c) jenis usaha, ada jenis usaha ekonomis produktif yang
Joyakin Tampubolon, Basita Ginting Sugihen, Margono Slamet, Djoko Susanto
dan Sumardjo/ Jurnal Penyuluhan Juni 2006, Vol. 2, No. 2
12
dikembangkan; (d) pendapatan, ada pendapatan yang diperoleh anggota dari usaha yang dikembangkan. Sedangkan yang menjadi unit analisis adalah KUBE terpilih dengan kriteria berhasil sebanyak 61 KUBE. Responden yang dijadikan sampel penelitian sebanyak 224 orang yang terdiri dari dua orang pegurus KUBE, dan dua orang anggota dari setiap kelompok KUBE. Dari hasil penarikan sampel diperoleh sampel sebesar: Sumatera Utara 21,31 persen, Jawa Timur 36,07 persen dan Kalimantan Timur 24,62 persen. Desain Penelitin Penarikan sampel dilakukan dengan beberapa teknik penarikan sampel. Lokasi penelitian provinsi dan kabupaten/kota dipilih secara purposive. Pemilihan KUBE dilakukan secara sensus karena jumlah KUBE dengan kriteria yang ditetapkan sangat terbatas. Untuk pemilihan anggota KUBE dilakukan dengan teknik cluster ramdom sampling, dengan cluster pengurus dan bukan pengurus. Kemudian di antara pengurus dan anggota dipilih masing-masing dua orang secara acak, sehingga satu KUBE terpilih sebanyak 4 orang. Ada beberapa sumber data dan informasi yang digunakan dalam penelitian itu, yaitu: (a) Data Primer, yang meliputi: data atau informasi yang diperoleh dari responden (pengurus dan anggota KUBE), keluarga KUBE, dan hasil observasi di lapangan. (b) Data Sekunder, yaitu data atau informasi yang diperoleh dari petugas lapangan Kantor Pemerintah yang menangani pemberdayaan KUBE; dari Kantor Kelurahan /Desa masing-masing KUBE; dari pendamping KUBE; dan petugas lapangan LSM/ Organisasi Sosial yang terlibat dalam pemberdayaan KUBE.
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui: (a) studi dokumentasi, (b) wawancara berstruktur (setengah terbuka), (c) survey dan observasi berstruktur, yaitu bentuk pengumpulan data melalui pengamatan langsung di lapangan dan tinggal bersama masyarakat selama beberapa waktu untuk melihat secara langsung kenyataan yang ada di masyarakat. Analisis Data Analisis data dilakukan dengan pendekatan analisis deskriptif eksploratif dan analisis hubungan kausal untuk melihat hubungan-hubungan yang terjadi antara peubah. Sedangkan untuk melihat lebih mendalam pengaruh yang terjadi di antara peubah yang ada digunakan model analisis lintas (path analysis model).
Hasil dan Pembahasan
Gambaran Umum Kondisi Kehidupan Masyarakat Miskin
Jumlah penduduk miskin di tiga provinsi cukup bervariasi: Jawa Timur 20,1%; Sumatera Utara 14,91% dan Kalimantan Timur 11,54% dari jumlah penduduk. Bila diurutkan ketiga provinsi merupakan urutan 13, 15 dan 22 terbesar penduduk miskin secara nasional. Jumlah responden laki-laki sebesar 53,1% dan perempuan sebesar 46,9%. Terlihat keseimbangan antara laki-laki dan perempuan dalam KUBE. Bila dilihat dari komposisi umur, usia anggota KUBE sebagian besar berusia antara 30 sampai 50 tahun. Sedangkan pendidikan anggota KUBE sebagian besar berpendidikan SD dan SMP. Dilihat dari lama KUBE berdiri, cukup bervariasi. Ada KUBE yang sudah berdiri 12 hingga 16 tahun sebesar 9,8%, bahkan ada satu KUBE yang sudah berusia 21 tahun. Sebagian besar KUBE sudah berdiri 4-7 tahun yang lalu sebesar 78,8%. Biasanya proses pemberdayaan masyarakat miskin selalu disertai dengan pemberian bantuan, namun besarnya
Joyakin Tampubolon, Basita Ginting Sugihen, Margono Slamet, Djoko Susanto
dan Sumardjo/ Jurnal Penyuluhan Juni 2006, Vol. 2, No. 2
13
sangat bervariasi. Bantuan yang diterima mulai dari Rp. 2 juta hingga Rp. 15 juta. Sebagian besar bantuan 67,2% diberikan antara Rp. 2-2,25 juta, kemudian diikuti antara Rp. 2,25 - 8,5 juta (21,3%). Rata-rata bantuan yang diterima para anggota KUBE adalah Rp. 5.366.393. Bila dilihat dari hasil perhitungan rata-rata terlihat bahwa bantuan yang diterima masih relatif kecil bila dibandingkan dengan jumlah anggota 10 orang per kelompok. Jenis bantuan yang diterima ada dalam bentuk uang dan ada dalam bentuk barang. Konsep Pemberdayaan Masyarakat Miskin: Suatu Sintesis Hasil Kajian Visi dan Misi Pemberdayaan Fakir Miskin
“Kenapa harus melalui KUBE?.” Ada beberapa filosofi yang dapat dilihat melalui pendekatan KUBE (Depsos, 2004a): (a) KUBE merupakan tempat perkumpulan orang yang dikategorikan kurang mampu; (b) anggota KUBE mempunyai latar belakang yang berbeda dan penuh keterbatasan; (c) KUBE merupakan sarana kerjasama; (d) KUBE merupakan sarana sharing modal usaha dalam rangka pengembangan usaha ekonomis produktif; (e) KUBE merupakan sarana pengembangan usaha ekonomis produktif. Hal ini sejalan dengan pendapat Wahab (1994) yang mengatakan bahwa terdapat empat strategi pengentasan kemiskinan, yaitu (i) strategi pertumbuhan (the growth strategy), (ii) strategi kesejahteraan (the welfare strategy), (iii) stra-tegi yang tanggap kebutuhan masyarakat (the responsive strategy), dan (iv) strategi terpadu atau menyeluruh (the holistic strategy); (f) bahwa KUBE berlandaskan pada semangat “dari,” “oleh” dan “untuk semua.” (g) bahwa anggota KUBE harus didorong secara terus menerus sehingga mampu berdiri sendiri tanpa harus tergantung pada orang lain. (h) melalui KUBE harus dapat diwujudkan fungsi sosial anggota KUBE. Berkaitan dengan filosofi di atas, maka yang menjadi visi pemberdayaan masyarakat miskin melalui pendekatan KUBE adalah “terwujudnya kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraan sosial masyarakat miskin (Depsos, 2004)”. Sedangkan misi pemberdayaan adalah: (a) mendayagunakan potensi dan sumber kesejahteraan sosial yang ada; (b) meningkatkan pendapatan anggota KUBE; (c) meningkatkan jaringan kerja dan kemitraan KUBE yang semakin baik; (d) meningkatkan akses KUBE terhadap berbagai sumber dalam rangka pengembangan KUBE. Pengelompokan Jenis Usaha Dari hasil identifikasi sifat kegiatan usaha yang dikembangkan KUBE, jenis usaha ekonomis produktif KUBE perlu dikelompokkan yang meliputi: (a) usaha dengan sifat penghasilan harian-mingguan (disebut KUBE Harian), (b) usaha dengan sifat penghasilan bulanan-triwulan (disebut KUBE Bulanan), (d) usaha dengan sifat
penghasilan semesteran-tahunan (disebut KUBE Tahunan). Pengkategorian ini perlu dilakukan sebagai dasar dalam pemberdayaan KUBE. Jenis usaha yang bersifat penghasilan harian-mingguan sangat relevan dengan permasalahan fakir miskin yang berkaitan dengan bagaimana pemenuhan hidup hari ini bukan bagaimana hari esok. Dua jenis usaha lainnya lebih relevan terhadap kelompok non fakir dan miskin lainnya.
Joyakin Tampubolon, Basita Ginting Sugihen, Margono Slamet, Djoko Susanto
dan Sumardjo/ Jurnal Penyuluhan Juni 2006, Vol. 2, No. 2
14
Tabel 1: Pengelompokan KUBE Berdasarkan Jenis Usaha yang Dikembangkan
PENGELOMPOKAN KUBE
KUBE HARIAN
KUBE BULANAN
KUBE TAHUNAN
KUBE dengan penghasilan jenis usaha bersifat HARIAN-MINGGUAN
KUBE dengan penghasilan jenis usaha bersifat BULANAN-TRIWULAN
Sasaran Pemberdayaan:
(a) Miskin
Sasaran Pemberdayaan:
(a) Fakir
(b) Non Fakir
(c) Miskin
Sasaran Pemberdayaan:
(a) Non Fakir
(b) Miskin.
Sasaran Pemberdayaan:
(a) Miskin
Jenis Kegiatan: Dagang (klontong) Jualan sayur mayur Dagang kue Dagang buah-buahan Warung nasi Jahit-menjahit, bordir, sulaman Sablon, lukisan Ukiran Sewa tenda dll
Jenis Kegiatan: Tanaman sayur-mayur Tanaman Cabe Perikanan Ternak ikan Tenak ayam, itik Ternak burung Ternak lebah Tanaman padi dll
Jenis Kegiatan: Ternak kambing Ternak sapi / lembu Ternak kerbau Tanaman Jeruk dan buah yang sejenis lainnya Tanaman jagung dll.
(59,02 %
18,03 %
22,95 %
HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Keberhasilan KUBE
Keberhasilan aspek sosial dan ekonomi dikelompokkan dalam empat kategori yaitu, (a) sangat rendah, (b) rendah, (c) cukup dan (d) sangat tinggi. Tidak ada keberhasilan aspek sosial KUBE yang berada dalam kategori sangat rendah, ada 4% KUBE yang berada dalam kategori rendah keberhasilan, 93,8% KUBE berada dalam kategori cukup berhasil dan hanya 2,2% KUBE berada dalam kategori sangat tinggi. Peubah aspek sosial yang dijadikan indikator: (a) kerjasama sesama anggota, (b) kesediaan memberikan pertolongan, (c) kemampuan mengatasi masalah, (d) tingkat partisipasi anggota, (e) keberanian menghadapi risiko, (f) perencanaan usaha, (g) pemanfaatan sumber daya, dan (h) inovasi yang dilakukan.
Keberhasilan aspek ekonomi: 95,5 % KUBE berada dalam kategori sangat rendah, 4,5 % berada dalam kategori rendah, tidak ada KUBE yang berada dalam kategori cukup dan sangat tinggi. Aspek ekonomi yang dijadikan indikator: (a) perkembangan modal usaha, (b) pengguliran yang dilakukan, (c) pendapatan, (d) tabungan anggota, (e) banyaknya jenis usaha yang dikembangkan KUBE, (f) pengelolaan hasil keuntungan dan (f) pengelolaan IKS. Tetapi terjadi peningkatkan modal KUBE
Joyakin Tampubolon, Basita Ginting Sugihen, Margono Slamet, Djoko Susanto
dan Sumardjo/ Jurnal Penyuluhan Juni 2006, Vol. 2, No. 2
15
yang cukup signifikan. Rata-rata modal awal yang dimiliki KUBE hanya Rp. 6.170.000 juta (termasuk bantuan). Setelah pemberdayaan, rata-rata modal akhir Rp. 18.138.360, atau naik rata-rata sekitar 1,5 kali lipat. Rata-rata pendapatan responden yaitu Rp. 747.522, dengan jumlah tanggungan rata-rata 3-4 orang. Sedangkan rata-rata pendapatan yang diperoleh anggota dari KUBE adalah Rp. 345.000. Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa pendapatan anggota KUBE sudah berada di atas garis fakir miskin wilayah masing-masing. KUBE merupakan sumber mata pencaharian utama sebagian besar anggota KUBE (59,8%), sedangkan yang lainnya menjadikan KUBE sebagai sumber pendapatan sambilan, namun mereka tetap sebagai anggota KUBE mengikuti semua aktivitas yang ada pada KUBE. Sebagian besar anggota KUBE masih sulit untuk menabung untuk jangka waktu satu bulan ke depan. Tetapi sebagian di antara anggota KUBE sudah ada yang menabung walaupun dalam jumlah yang terbatas. Mereka baru dapat mengatasi persoalan-persoalan ekonomi keluarga. Persoalan menabung mungkin merupakan prioritas yang berikut. Dalam hal pengguliran ada sebagian kecil KUBE yang sudah melakukan pengguliran, sebagian ada yang macet kemudian berhenti dan sebagian lagi ada yang kurang lancar tetapi masih tetap jalan. Sebagian besar KUBE belum melakukan pengguliran. Faktor penyebab pengguliran usaha belum dilakukan karena pendapatan yang masih rendah, sebagian besar baru mampu menutupi kebutuhan-kebutuhan sehari-hari. Sebagian anggota ada yang kurang mengetahui bahwa bantuan yang diterima akan digulirkan dan bagaimana bentuk penggulirannya. Faktor yang Mempengaruhi Dinamika Kehidupan KUBE Karakteristik individu anggota KUBE berpengaruh nyata terhadap dinamika kehidupan KUBE. Dari hasil pengujian analisis lintasan yang dilakukan pada pengujian TS 0,05 untuk dua sisi diperoleh nilai p = 0,00 dengan R2 = 0.710. Ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang nyata antara karakteristik individu anggota KUBE dengan dinamika kehidupan KUBE dimana nilai p lebih kecil dari TS yang ditetapkan. Beberapa peubah yang mempengaruhi dinamika kehidupan KUBE, meliputi: pendidikan responden (0,16); modal awal yang dimiliki (0,14); pelatihan yang diikuti responden (0,14); kebutuhan harapan respoden (0,12); motivasi anggota (0,12); sumber penghasilan utama (0,11); persepsi responden tentang kehidupan berkelompok (0,10); pola penghasilan (0,09); jenis kelamin (0,002) dan umur (0,004). Peubah yang dikeluarkan karena kurang mendukung persamaan yaitu: jenis kelamin dan umur responden.
Pola pemberdayaan KUBE berpengaruh nyata terhadap dinamika kehidupan KUBE. Dari pengujian analisis lintasan yang dilakukan pada TS 0,05 untuk dua sisi diperoleh hasil nilai p = 0,00 dengan R2 = 0.721. Ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara pola pemberdayaan dengan dinamika kehidupan KUBE di mana nilai p lebih kecil dari TS yang ditetapkan. Beberapa peubah prediktor yang mempengaruhi dinamika kehidupan KUBE, meliputi: bantuan yang diterima (0,24); pelayanan pendampingan (0,22); proses pembentukan KUBE (0,15); kebebasan yang diberikan (0,14); pendekatan atau metoda pendamping yang diterapkan (0,13), perlindungan/proteksi (0,03) dan jumlah anggota (0,01). Peubah yang kurang mendukung terhadap
Joyakin Tampubolon, Basita Ginting Sugihen, Margono Slamet, Djoko Susanto
dan Sumardjo/ Jurnal Penyuluhan Juni 2006, Vol. 2, No. 2
16
persamaan yaitu: jumlah anggota dan perlindungan atau proteksi yang diberikan. Lingkungan sosial KUBE berpengaruh nyata terhadap dinamika kehidupan KUBE . Dari hasil pengujian analisis lintasan yang dilakukan pada pengujian TS 0,05 untuk dua sisi diperoleh nilai p = 0,001 dengan R2 = 0,621. Ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang nyata antara lingkungan sosial KUBE dengan dinamika kehidupan KUBE dimana nilai p lebih kecil dari TS yang ditetapkan. Beberapa peubah prediktor yang mempengaruhi dinamika kehidupan KUBE, meliputi: peluang pasar yang ada (0,23); norma dan nilai budaya yang ada (0,21); keterkaitan kelompok dengan tokoh formal dan informal (0,15); jaringan kerja yang dibangun (0,13); ketersediaan sumber daya (0,12); akses terhadap lembaga keuangan (0,03), dan ancaman (0,02). Peubah yang dikeluarkan yaitu: akses terhadap lembaga keuangan dan ancaman yang ada. Dari pengujian analisis lintasan pengaruh peubah karakteristik individu anggota KUBE, pola pemberdayaan dan peubah lingkungan sosial terhadap dinamika kehidupan KUBE diperoleh persamaan Y1 = 61,474 + 0,497 X1 + 0,546 X2 + 0,300 X3, Nilai R2 = 0.704. Ini berarti bahwa peubah karakteristik individu anggota KUBE, pola pemberdayaan dan peubah lingkungan sosial mampu menjelaskan 70,4% keragaan aspek dinamika kehidupan kelompok KUBE, sedangkan sisanya dijelaskan oleh peubah lain diluar ketiga peubah tersebut di atas. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan KUBE
Dinamika kehidupan KUBE ber-pengaruh nyata terhadap tingkat keberhasilan KUBE. Dari hasil pengujian analisis lintasan yang dilakukan pada pengujian TS 0,05 untuk dua sisi diperoleh nilai p = 0,00 dengan R2 = 0,715. Ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara dinamika kehidupan KUBE dengan tingkat keberhasilan KUBE dimana nilai p lebih kecil dari TS yang ditetapkan. Beberapa peubah prediktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan KUBE, meliputi: pembinaan kelompok (0,21); kepuasan anggota (0,15); keefektifan kelompok (0,12); kepemimpinan kelompok (0,11); tujuan kelompok (0,10); fungsi tugas kelompok (0,09); kekompakan kelompok (0,09), ketegangan kelompok (0,02) dan struktur kelompok (0,01). Peubah yang kurang mendukung terhadap persamaan yaitu: struktur kelompok dan ketegangan kelompok. Dari pengujian analisis lintasan pengaruh peubah dinamika kehidupan KUBE terhadap tingkat keberhasilan KUBE diperoleh persamaan Y2 = 64,345 + 0,659 Y1.1 + 0,627 Y1.3 + 2,145 Z1.4 + 0,479 Y1.5 + 1,249 Y1.7 + 0,913 Y1.8 + 1,579Y1.9, nilai R2 = 0,715. Ini berarti bahwa peubah dinamika kehidupan KUBE mampu menjelaskan sebesar 71,5 % aspek dinamika kehidupan kelompok KUBE, sedangkan sisanya dijelaskan oleh peubah lain di luar peubah dinamika kehidupan KUBE. Semua peubah utama dapat diterima oleh model, sedangkan beberapa sub peubah harus dikeluarkan karena kurang mendukung terhadap model atau persamaan yang dihasilkan. Adapun model yang dihasilkan disajikan pada Gambar 2.
Untuk melihat sebesar besar pengaruh langsung (direct effect), tidak langsung (indirect effect) dan pengaruh total dari masing-masing variabel independen terhadap peubah dependen maka dilakukan perhitungan nilai koefisien. Untuk menentukan besarnya pengaruh langsung, tidak langsung dan pengaruh total dari masing-masing peubah, terlebih dahulu ditentukan jalur-jalur atau lintasan yang dilalui seperti

1 komentar:

TKS MUARA TIGA PIDIE mengatakan...

siapa ya

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar